Kamis, 23 April 2015

KESIAPAN SISTEM REKAM MEDIS PUSKESMAS DALAM MENGHADAPI SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL TAHUN 2014 DITINJAU DARI ASPEK HUKUM

ABSTRAK
Penyelenggaraan sistem jaminan sosial telah menjadi agenda nasional di negara berkembang yang didasari oleh keadan untuk mewujudkan keadilan social dan terpenuhinya agenda pengembangan social ekonomi. Rencana Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah dengan ditetapkannya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kepada seluruh lapisan masyarakat pada tahun 2014. Diharapkan dengan diberlakukan Sistem Jaminan Kesehatan seluruh masyarakat akan dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan dalam berbagai tingkatan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi permasalahan Puskesmas sebagai penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional pada tingkat dasar ditinjau dari sistem pencatatan rekam medis.
Dari study literature didapat bahwa sistem rekam medis akan terkendala baik dalam Sumber Daya Kesehatan yang ada di beberapa puskesmas, penyedian sarana dan prasarana, serta pengetahuan petugas terhadap kerahasian informasi dan kelengkapan berkas rekam medis. Hal tersebut apabila dikaji dengan berbagai aspek dapat menimbulkan beberapa permasalahan yang terkait dengan hukum.
Dengan adanya informasi ini diharapkan menjadi masukan dalam menetapkan kebijakan sistem Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia pada tahun 2014.


A.    PENDAHULUAN
Kompetisi global semakin memperkuat pemerintah di negara-negara berkembang untuk mempercepat proses pembangunan sistem jaminan sosial yang adekuat, terpadu dan terintegrasi dengan agenda reformasi pembangunan terutama dibidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada tanggal 19 Oktober 2004 memberi landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahtraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jaminan sosial yang dimaksud di dalam UU SJSN adalah perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak dan meningkatkan martabat hidupnya. Jaminan sosial sebagaimana diatur di dalam UU SJSN memberikan perlindungan finansial dan sosial yang diakibatkan oleh penyakit, kecelakaan, kematian, usia tua dan berkurangnya penghasilan karena usia pensiun atau kecatatan total.[1]
Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat, Untuk melaksanakan Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diperlukan sinergi dari berbagai jalan yang telah disusun oleh Kementerian Kesehatan, DJSN, PT Askes Indonesia, dan PT Jamsostek, serta masukan dari berbagai pemangku kepentingan lainnya.[2]
Permasalahan yang masih dihadapi saat ini dimana Indonesia sebagai negara berkembang masih dihadapkan pada masalah rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Hingga saat ini berbagai upaya telah dikembangkan seperti program kesehatan masyarakat, peningkatan investasi pada pelayanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan, desentralisasi sistem kesehatan, namun akses masyarakat pada pelayanan kesehatan tetap menjadi masalah utama bahkan berkontribusi pada kemiskinan.
Puskesmas merupakan pilar dari pelayanan dasar yang menjadi pusat pelayanan jaminan kesehatan, akan sangat berperan penting dalam penyelenggaran Sistem Jaminan Kesehatan. Sehingga perlu kesiapan sumber-sumber daya yang ada (Man, Money, Methode, Market dan Minute) dan dukungan dari berbagai pihak dalam menunjang terlaksananya Sistem Jaminan Kesehatan.
Dari uraian tersebut yang menjadi latar belakang permasalahan adalah “Sejauh mana kesiapan Puskesmas sebagai penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional pada tingkat dasar ditinjau dari sistem pencatatan rekam medis?”.


B.     BATASAN MASALAH
Sistem pencatatan yang baik menggambarkan sebuah prosedur yang baik dalam sistem pelayanan kesehatan, sehingga dalam pelaksanaannya perlu didukung oleh kesiapan pengetahuan dari petugas pendukung dan kekuatan dari sistem yang dapat mencakup seluruh kegiatan. Sistem pencatatan disini adalah bagaimana sistem pencatatan pasien, sehingga perlu diketahui apakah sistem pencatatan sudah sesuai dengan ketentuan dan pengetahuan petugas dalam melaksanakannya.
Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan kesehatan.[3]
Dari pengertian tersebut, dapat dijabarkan bahwa Rekam Medis memiliki beberapa kegunaan, yaitu :[4]
ž  Aspek administrasi
Isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
ž  Aspek Medis
Dipergunakan  sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
ž  Aspek Hukum
Karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakan keadilan.
ž  Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data/ informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.
ž  Aspek Penelitian
Karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
ž  Aspek Pendidikan
Karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang profesi si pemakai.
Dari 5 (lima) kegunaan rekam medis semuanya berkaitan, dimana didalamnya terdapat kronologi setiap pelayanan yang diberikan terhadap pasien dari awal pendaftaran sampai pasien pulang dan kegiata tersebut harus tercatat dengan baik sesuai dengan azas-azas kerahasian pasien.

C.    PEMBAHASAN
Dalam menerapkan SJKN pada tahun 2014 Puskesmas memiliki peran yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Hal ini membawa konsekuensi bahwa keterjangkauan pelayanan Puskesmas bagi masyarakat perlu diperhatikan. Kemudahan mencapai lokasi atau aksesibilitas selanjutnya menjadi salah satu faktor penting dalam penyediaan Puskesmas dan alokasi wilayah pelayanannya.
Jumlah Puskesmas di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 9.321 buah (3.019 buah DTPdan  6.302 buah non-DTP)[5], dengan jumlah penduduk 235.989.469 dan yang mengikuti jaminan kesehatan 153.353.315 sehinga cakupan penduduk pada tahun 2011 adalah 64.98%.[6]
Dari jumlah puskemas yang ada untuk mengidentifikasi permasalahan  yang mungkin akan timbul dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, ditinjau dari sistem pencatatan dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Sumber Daya Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.[7]
Sumber Daya Manusia di Puskesmas sangat terbatas, dan persebaran yang tidak merata sehingga masih banyak petugas yang merangkap pekerjaan ganda baik dalam kegiatan pelayanan dalam gedung dan kegiatan pelayanan luar gedung.
Petugas yang terkait dalam pencatatan rekam medis akan menemui permasalahan seperti:
a.       Kebutuhan tenaga Manajemen Informasi Kesehatan tidak ada pada perencanaan kebutuhan kesehatan, sehingga banyak Puskesmas yang tidak memiliki tenaga yang ahli dalam mengelola informasi. Akibat yang ditimbulkan kebingungan petugas dalam menetapkan prosedur dan kebijakan terkait pengelolaan rekam medis di Puskesmas. Mengingat sistem Jaminan Kesehatan akan mengunakan sistem claim, sehingga prosedur baku peng claiman setiap puskesmas di daerah meiliki persepsi yang berbeda, hal tersebut memungkinkan menghambat pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan pada tahun 2014.
b.      Terdapat ketentuan Pidana bahwa petugas lain yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan kefarmasian dipidana dengan denda paling banyak Rp.100.000.000 (Seratus Juta Rupiah).[8] Hal tersebut beresiko terhadap petugas puskesmas selain farmasi dimana beberapa kegiatan memang memerlukan bantuan dari petugas lain karena keterbatasan sumberdaya.
c.       Dikarenakan terbatasnya jumlah Dokter sehingga banyak tenaga Perawat yang melakukan praktek kedokteran, dimana hal tesebut tidak sesuai dengan Undang·Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, seperti dalam pasal 51 bahwa “Dokter atau Dokter Gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran mampunyai kewajiban dalam memberikan pelayanan sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, menjaga rahasia kedokteran dan memberikan pelayanan selalu mengacu pada etika kedokteran yang ber!aku”.

2.      Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana  sangat berperan untuk mempermudah pekerjaan,  sehingga dapat menghasilkan  suatu pekerjaan yang  mempunyai hasil  baik. Peralatan yang baik tidak  selalu  mahal  akan tetapi mempunyai  cara kerja yang baik, praktis dan efisien dengan kondisi dan situasi yang ada. Peralatan ini juga  sangat berperan  untuk melakukan prosedur  yang ditetapkan  apakah dapat terlaksana dan juga mempermudah dalam penerapan pengendalian dan pengawasan terhadap suatu sistem yang ada.
Fasilitas fisik yang menunjang penyimpanan dan pengambilan kembali berkas rekam medis, adalah seperti :
a.       Penyedian Ruangan Penyimpanan Rekam Medis
b.      Penyedian Rak Penyimpanan Rekam Medis
Kejadian yang masih ada di beberapa Puskesmas adalah keterbatasan anggaran penyedian untuk pengadaan sarana dan prasarana sehingga seringkali rekam medis disimpan dilantai atau di tumpuk pada ruangan yang seadanya. Apabila hal tersebut terjadi secara terus menerus maka akan berakibat terhadap hilangnya informasi dan ketidak amanan isi rekam medis tersebut.
3.      Kerahasian Informasi
Keterbatasan sarana dan prasarana serta sumberdaya kesehatan akan mempengaruhi akan kerahasian informasi pasien, sehingga diperlukan suatu bentuk sistem yang dapat mendukung kerahasian pasien. Diharapkan dengan manajemen informasi dan pencatatan yang baik diharapkan informasi pasien tidak mudah diperjualbelikan, hilang ataupun rusak.
Perlindungan terhadap pasien harus mendapatkan perhatian yang cukup, tujuannya adalah mencapai derajat kesehatan yang optimal baik individu maupun masyarakat. Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.[9]
Pada dasarnya konsumen kesehatan adalah pasien, dan memiliki hak untuk mendapat pemeliharaan kesehatan, sarana kesehatan, dan bantuan dari tenaga kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal. Terkadang beberapa petugas kesehatan di puskesmas tidak mengetahui akan hak pasien yang terkait dengan rekam medis.[10]
a.       Hak atas informasi: adalah hak pasien untuk mendapatkan informasi dari dokter tentang hal-hal yang berhubungan dengan kesehatannya, dalam hal terjadi hubungan dokter pasien. Idealnya: isi minimal informasi yang harus disampaikan dokter, yaitu:
-          Diagnosis (analisis penyakit menurut pengetahuan kedokteran)
-          Resiko dan tindakan medis
-          Alternative tertapi, termasuk keuntungan dan kerugian dari setiap alternative terapi
-          Prognosis
-          Cara kerja dokter dalam proses tindakan medis
-          Keuntungan dan kerugian tiap alternative terapi secara luas
-          Semua resiko yang terjadi
-          Kemungkinan rasa sakit setelah tindakan medis
b.      Hak Atas Rahasia Kedokteran
Keterangan yang diperoleh dokter melaksanakan profesinya, dikenal dengan nama rahasia kedokteran. Dokter berkewajiban untuk merahasiakan keterangan tentang pasien dan penyakit pasien. Hak atas rahasia kedokteran adalah hak individu dari pasien. Hak individu akan dikesampingkan jika masyarakat menuntut.
c.       Hak untuk melihat rekam medis
Dalam pelayanan kesehatan perlu dipikirkan bagaimana supaya rekam medis pasien dapat diaksen dengan mudah oleh pasien. Melihat rekam medis menjadi kewajiban dari dokter sejak di undangkanya Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
Isi rekam medis merupakan milik pasien, dan apabila pasien meminta dapat diberikan ringkasan rekam medis, dicatat atau di fotocopy oleh pasien dan atau oleh orang yang diberikan kuasa persetujuan tertulis oleh pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk hal tersebut.[11]
Sering kali yang menjadi masalah di Puskesmas adalah tentang dali kepemilikan rekam medis ini, pasien sering membawa pulang rekam medis karena pasien berangapan bahwa berkas tersebut milik pasien.

4.      Kelengkapan Berkas Rekam Medis
Salah satu kegunaan rekam medis adalah finansial, dimana berkas rekam medis dijadikan sumber pergantian biaya atas apa saja yang dilakukan baik itu dalam bentuk prosedur tindakan dan terapi di saranan pelayanan kesehatan.
Menurut Permenkes.No.269/Menkes/Per/III/2008 tentang rekam medis, setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit diwajibkan untuk menyelenggarakan rekam medis. Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung
Masalah kelengkapan berkas rekam medis masih sering ditemui di beberapa sarana pelayanan Puskesmas hal tersebut dapat menjadi sebuah permasalahan yang akan dihadapi dalam sistem Jaminan Kesehatan Tahun 2014.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, serta mengingat pentingnya dokumen rekam medis di Puskesmas, maka diperlukan adanya pengendalian terhadap pengisian dokumen rekam medis. Pada dasarnya rekam medis merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kualitas rekam medis di rumah sakit ikut menentukan mutu pelayanan.
Apabila  rekam medis tidak lengkap atau petugas dokter tidak membuat rekam medis dapat mengakibatkan ketentuan pidana yang tertuang dalam pasal 79 UU N0.29 tahun 2004, ini adalah berkaitan dengan pasal 46, ayat (1) yaitu yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dan pasal 51, seperti yang telah dijelaskan diatas, maka sangsi pidana atas pelanggaran pasal-pasal tersebut adalah dikenakan kurungan pidana paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling sedikit, Rp 50.000.000;


D.    PENUTUP
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memeroleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan pada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Dalam operasionalnya, JKN akan dikelola oleh BPJS Kesehatan.
Menuju Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan diberlakukan mulai Januari 2014 nanti, pemerintah perlu segera berbenah, antara lain dengan beroperasionalnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan hukum publik yang akan menyelenggarakan JKN tersebut.
Rekam medis merupakan bukti otentik setiap kegiatan pelayanan yang diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain kemudian didokumentasikan kedalam berkas, dimana sumber informasinya akan dimanfaatkan dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional pada tahun 2014. Sistem rekam medis yang baik akan memudahkan berbagai kegiatan terutama menunjang kegiatan sistem pencatatan dan pelaporan.
Dalam menerapkan sistem rekam medis yang baik dalam menghadapi Sistem Jaminan Kesehatan Nasional tahun 2014 akan menjadikan tugas yang berat bagi pelayanan di Puskesmas di Indonesia mengingat masih banyaknya keterbatasan baik sumber daya kesehatan, sarana dan prasarana serta keterbatasan pengetahuan pengetahuan petugas baik dalam hal kelengkapan dan kerahasian rekam medis itu sendiri.




Daftar Pustaka


[1] Republik Indonesia, Undang Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Bab VI, pasal 18.
[2] Mundiharno, Hasbulah Thabrani, “Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan 2012-2019” (Jakarta: Dewan Jaminan Sosial Nasional, 2012), h.4
[3] Republik Indonesia, Peraturan Mentri Kesehatan No: 269/MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis, Bab I, pasal 1a
[4] Departemen Kesehatan, Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik: 1997), h. 7
[5] Kementrian Kesehatan, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, (Jakarta: Kementrian Kesehatan, 2011), h.166
[6] Kementrian Kesehatan, Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011, (Jakarta: Kementrian Kesehatan, 2011), h.198
[7] Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan, Bab I, pasal 1
[8] Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 96
[9] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, pasal 1
[10] Siswanto Sunaryo, Hukum Informasi dan Transaksi Elektronik Studi Kasus : Prita Mulyasari,(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 34
[11] Republik Indonesia, Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis, Bab V, pasal 12

Sumber: http://manajemeninformasikesehatan.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar