Minggu, 29 Maret 2015

PNEUMOTORAKS

                A.               DEFINISI PNEUMOTORAKS
Pneumothorax merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a)            Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax

.
b)            Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax.
Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis. Pneumothorak ialah rongga pleura yang berisi udara atau gas yang menyebabkan sebagian atau seluruh paru menjadi kolap
Selama masa anak tidak lazim terjadi. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh kebocoran udara dari dalam paru. Kebocoran udara dapat bersifat primer atau sekunder dan dapat secara spontan, traumatis, iatrogenik.1,2,3
Pneumothorak spontan primer dapat terjadi pada sesorang tanpa trauma atau penyakit paru yang mendasarinya. Penurmothorak spontan dengan atau tanpa daya valsava kadang terjadi pada anak dan pada dewasa muda, paling sering pada anak laki-laki yang tinggi dan kurus. Pneumothorak yang timbul sebagai komplikasi gangguan paru yang mendasari tetapi tanpa trauma adalah pneumothorak sekunder.


                     B.               ETIOLOGI PNEUMOTORAKS

1.            Berdasarkan Penyebabnya
A.    Pneumotorak spontan adalah setiap pneumotorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenic) ada 2 jenis yaitu :
a.          Pneumotorak spontan primer adalah suatu pneumotorak yang terjadi tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisis yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.
b.         Pneumotorak spontan sekunder adalah suatu pneumotorak yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkolosis paru, PPOK, asma bronkiale, pneumonia, dan tumor paru.
B.  Pneumotorak traumatic adalah adalah pneumotorak yang terjadi akibat suatu penetrasi ke dalam rongga pleura karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum/kanul. Pneumotorak traumatic juga ada 2 jenis yaitu :
a.          Pneumotorak traumatic bukan iatrogenic adalah pneumotorak yang terjadi karena jejas kecelakaan misalnya jejas dinding pada dada terbuka/tertutup, baro trauma.
b.         Pneumotorak traumatic iatrogenic adalah pneumotorak yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis. Pneumotorak jenis inipun masih dibedakan menjadi 2, yaitu:
                                                                    i.            Pneumotorak traumatic iatrogenic aksidental, adalah pneumotorak yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan tersebut.
                                                                  ii.            Pneumotorak traumatic iatrogenic artificial (deliberate) adalah pneumotorak yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell Box. Biasanya untuk terapi tuberkolosis, atau untuk menilai permukaan paru.
2.            Berdasarkan Jenis Fistel
A.                Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan – 2 inspirasi).
B.                 Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah negatif  (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
C.                 Pneumotoraks ventil
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari ekspirasi biasa.

              C.               PATOFISIOLOGI PNEUMOTORAKS

a.                Patofisologi narasi :
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz_FpL9wPV8rtb-mN16t1nwZ7jquo9c3jtKN3yXzsXWDPT-xsaAx9zLabF6BGgKAzY1aq-G4mVv5SGE1hZPBQWNCXdK0KtNZ_xQI_us6C6yfOyhBS1oONkEbD1rqwQWyVXIAlWHdgVR-o/s320/patofispneumo.bmp

                   D.               TANDA DAN GEJALA PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks dapat terjadi tanpa diketahui dengan jelas faktor penyebabnya. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan pneumotoraks adalah tuberkulosis paru, asma, penyakit paru obstruktif kronik (penyakit yang disebabkan polusi dan rokok), serta penyakit bawaan (sejak lahir dinding paru sangat tipis).
Pneumotoraks secara umum dapat diketahui dari gejala-gejala seperti sesak mendadak, nyeri dada, dan sesak semakin lama kian memberat terutama jenis ventil. Ini disebabkan udara kian lama makin banyak sehingga udara tersebut mendesak organ-organ yang ada di rongga dada seperti jantung dan pembuluh darah
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumothoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumothoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumothoraks terluput dari pengamatan
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghemat atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumothoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato-pneumothoraks)
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumothoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonor, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumothoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong kesisi kontralateral. Diafragma tertekam ke bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun
Kebanyakan pneumothoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan bilateral hanya 2 %. Hampir 25 % dari pneumothoraks spontan berkembang menjadi hidropneumothoraks
Keluhan Subyektif :
1.               Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat bernafas dalam atau batuk.
2.               Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali
3.               Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
4.               Warna kulit yang kebiruan disebabkan karna kurangnya oksigen (cyanosis)

E.            KOMPLIKASI PENYAKIT
1.            Tension Pneumothoraks
Komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong dan diafragma pada sakit tertekan kebawah(1). Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalu tidak akan berakibat fatal.
2.            Piopneumothoraks
Berarti terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru.
3.            Hidro-pneumothoraks/Hemo-pneumothoraks
Pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perforasi esofagus (cairan lambung masung kedalam rongga pleura).
4.            Pneumomediastinum dan emfisema subkutan
Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidensinya adalah 1% dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan didikuti oleh pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).
5.            Pneumothoraks simultan bilateral
Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan interstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.
6.            Pneumothoraks kronik
Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.
F.             PENANGANAN MEDIS

Tujuan utama penatalaksaan (penanganan medis) pneumotoraks spontan adalah evakuasi udara di dalam rongga pleura, memfasilitasi penyembuhan pleura dan mencegah terjadinya rekurensi secara efektif.
Pilihan terapi meliputi, yaitu terapi oksigen, observasi, aspirasi sederhana dengan kateter vena, pemasangan tube, pleurodesis, torakoskopi single port, VAST dan torakotomi. 11,13,14
Pemilihan penatalaksanaan tergantung pada :
a.                   tipe pneumotoraks spontan primer atau sekunder
b.                  luas pneumotoraks
c.                   gejala klinis, terjadinya kebocoran udara yang menetap (persistent air leak)
d.                  faktor risiko lain : jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll
 
1.                  Terapi oksigen
  Suplemen oksigen akan mempercepat absorbsi udara di rongga toraks sebanyak 4 x dibandingkan dengan tanpa suplementasi oksigen.
Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler darah sekitar rongga pleura dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan menyebabkan nitrogen ke dalam kapiler pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain. Suplementasi oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus pneumotoraks.
2.                  Observasi (tanpa tindakan invasif)
Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di dalam rongga pleura akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara berkisar 1,25 % dari volume hemitoraks setiap 24 jam.
ACCP membagi klinispenderita atas penderita dalam kondisi stabil, jika :
a.                laju napas < 24 x/menit
b.               denyut jantung 60-120 x/menit
c.                tekanan darah normal
d.               saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)
Setelah observasi penderita dapa dipulangkan dan datang kembali ke rumah sakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Observasi tidak dilakukan pada penderita denagan pekerjaan atau kondisi yang mengandungresio tinggi terjadinya rekurensi. (American College of Chest Physicians. Management of spontaneous pneumothorax: An American College of Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ; 119: 590-602)
Tindakan fisioterapi denagn pemberian penyinaran gelombang pendek pada pneumotoraks spontan kurang dari 30 %, secara bemakna meningkatkan absorbsi udara dibandingkan dengan hanya observasi saja.
3.                  Aspirasi sederhana dengan kateter vena
Aspirasi sederhana terutama direkomendasiksan pada terapi awal penderita PSP pertama, karena memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi (70 %) dibandingkan bila dilakukan pada penderita PSS. Prosedur ini memiliki keuntungan antara lain morbidity yang minimal dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan sehingga penderita dapat bekerja kembali serta relatif mudah dan murah. Kelemahan prosedur ini apabila gagal maka perlu dilakukan pemasngan tube thoracostomy dan tidak mungkin mengurangi rekurensi.
4.                  Pemasangan WSD
Pemasangan WSD atau tube thoracostomy masih merupakan tindakan pertama sebelum penderita diajukan untuk tindakan yang lebih invasif seperti torakoskopi atau torakotomi. Pemasangan tube thoracostomy  pada pneumotoraks teutama ditujukan pada penderita PSP yang gagal dengan tindakan aspirasi dan penderita PSS, sebelum menjalani tindakan torakoskopi atau torakotomi. Pada penderita PSP angka keberhasilan pemasangan tube thoracostomy  lebih tinggi dibandingkan dengan PSS.

Penggunaan suction pada sistem drinase tidak banyak memberikan keuntunagn dalam mempercepat pengemabnagan paru, sehingga pada awal pemasangan biasanya dihubungkan dengan katup satu arah atau dengan perangkat WSD tanpa suction, namun bila terjadi kebocoran udara tube thoracostomy dihubungkan dengan suction.

5.                  Pleurodesis
Dilakukan terutama untuk mencegah rekurensi terutama penderita dengan risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi. Zat sklerosan yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria :
a.                murah
b.               mudah didapat
c.                mudah dimanipulasi
d.               mudah disterilisasi
e.                mudah dipakai (pada saat tindakan torakosentesis)
f.                aman

Bahan yang biasanya digunakan adalah tetrasiklin, minosklin, doksisklin, atau talk. Bahan terbaik dalam mengurangi rekurensi adalah talk. 
6.                  Torakoskopi
Tindakan torakoskopi untuk episode petama PSPmyang masih tertanagni denagn aspirasi masih menjadi perdebatan, karena pada dasarnya sekitar 64 % PSP tidak terjadi rekurensi pada pemasangan. Tindakan yang dilakukan adalah reseksi bula dan pleurodesis. Torakoskopi pada PSS harus dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam. Pada PSS komplikasi VATS lebih tinggi dibandingkan pada PSP.


7.                  Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi dan 2-5 % bila dilakukan pleurodesis dengan abrasi mekanik. 


            G.              PROGNOSIS

Hasil bervariasi dari pemulihan lengkap untuk masalah kronis tergantung pada kondisi yang mendasari dan penyebab pneumotoraks. Setelah pneumotoraks telah sembuh, biasanya tidak ada efek jangka panjang pada kesehatan. Kekambuhan adalah umum, terutama dalam beberapa bulan pertama setelah pneumotoraks awal.
Ketika pneumotoraks atau paru-paru runtuh telah diobati dengan tepat, paru-paru biasanya kembali mengembang dalam 2 sampai 3 hari, dan pemulihan total dapat diharapkan dalam 1 sampai 2 minggu. Menghapus udara dari rongga pleura umumnya sukses terlepas dari teknik yang digunakan.
Pneumotoraks spontan memiliki sekitar 15% kemungkinan kekambuhan, biasanya pada sisi yang sama, kemungkinan kekambuhan di sisi lain secara signifikan kurang (Tamura). Individu dapat membantu menghindari kekambuhan dengan menghentikan merokok dan menghindari ketinggian tinggi, scuba diving, atau di pesawat terbang unpressurized.
Lobektomi merupakan prosedur yang terlibat dan umumnya sukses. Hasil akhir dari operasi itu sendiri tergantung pada pengobatan tambahan, yang biasanya lancar.

Trauma dan pneumotoraks ketegangan memiliki angka kematian lebih tinggi bila dikaitkan dengan penyakit paru-paru yang mendasari (Chen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar