1. PHEOCHROMOCYTOMA
a.
Definisi
Pheochromocytoma
adalah tumor kelenjar adrenal yang mennghasilkan hormon epinefrin dan
norepinefrin. Hormon ini memiliki banyak fungsi, beberapa diantaranya seperti
mengatur tekanan darah dan detak jantung. Pheochromocytoma banyak ditemukan
pada orang dewasa dengan umur 30-60.
b. Etiologi
Banyak faktor yang
dapat menyebabkan pheochromocytoma. Pada kebanyakan kasus, yang paling berperan
adalah faktor genetik dan lingkungan. Penyakit ini dapat timbul dan atau tanpa
gejala.
c. Patofisiologi
Feokromositoma,
suatu penyebab hipertensi sekunder yang jarang, merupakan tumor medullar
adrenal atau tumor rantai simpatis (paraganglioma) yang melepaskan katekolamin
dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan dopamine) secara terus-menerus
atau dengan jangka waktu. Feokromositoma menyerang 0.1% hingga 0.5% penderita
hipertensi dan dapat menyebabkan akibat yang fatal bila tidak terdiagnosis atau
diobati. Feokromositoma dapat menyerang laki-laki dan perempuan dalam perbandingan
yang sama dan mempunyai insiden puncak antara usia 30 dan 50 tahun. Sekitar 90%
tumor ini berasal dari sel kromafin medulla adrenalis, dan 10% sisanya dari
ekstraadrenal yang terletak di area retroperitoneal (organ Zuckerkandl),
ganglion mesenterika dan seliaka, dan kandung kemih. Pasien dengan neoplasia
endokrin multiple (MEN II), telah meningkatkan sekresi katekolamin dengan
manifestasi klinis feokromositoma akibat hyperplasia medulla adrenal bilateral.
Beberapa penderita
memiliki penyakit keturunan yang disebut sindroma endokrin multipel, yang
menyebabkan mereka peka terhadap tumor dari berbagai kelenjar endokrin
(misalnya kelenjar tiroid, paratiroid dan adrenal). Feokromositoma juga bisa
terjadi pada penderita penyakit von Hippel-Lindau, dimana pembuluh darah tumbuh
secara abnormal dan membentuk tumor jinak (hemangioma); dan pada penderita
penyakit vonRecklinghausen (neurofibromatosis, pertumbuhan tumor berdaging
pada saraf). Feokromositoma biasanya jinak (pada 95% kasus), namun dapat bersifat
ganas dengan metastasis yang jauh.
d.
Tanda
dan Gejala
1)
Takikardi
2)
Palpitasi
jantung
3)
Sakit
kepala
4)
Berat
badan menurun, nafsu makan normal
5)
Pertumbuhan
lambat
6)
Mual
7)
Muntah
8)
Sakit
perut
e. Pemeriksaan
Penunjang
1) Tes
darah dan urin
2) CT
scan
3) Radioisotope
scan
2. Penyakit
Addison
a.
Definisi
Penyakit
Addison adalah hipofungsi kronik korteks adrenal primer akibat dari kerusakan
pada korteks adrenal. (Cermin Dunia Kedokteran No. 39)
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak kuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. (Soediman,1996 )
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak kuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. (Soediman,1996 )
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
b.
INSIDEN
Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 30 – 50 tahun .
Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Dari Bagian Statistik Rumah Sakit Dr. Soetomo pada tahun 1983, masing-masing didapatkan penderita penyakit Addison. Frekuensi pada laki-laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak terdapat pada umur 30 – 50 tahun .
c. ETIOLOGI
1)
Proses autoimun
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANAtest, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan cara Coons test, ANAtest, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.
2)
Tuberkulosis
Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita . Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata(Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.
Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita . Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata(Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.
3)
Infeksi lain
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.
4)
Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya amfenon, amino- glutetimid dll.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim misalnya amfenon, amino- glutetimid dll.
5)
Iskemia
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun hal ini jarang terjadi.
6)
Infiltrasi
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis
Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor, sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis
7)
Perdarahan
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.
8)
Lain-lain
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.
d.
PATOFISIOLOGI
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyai MSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik.
Tidak didapatkan hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi. Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan (misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir, gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva.
Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison seluruhnya didapatkan pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir.
Pigmentasi pada penyakit Addison disebabkan karena timbunan melanin pada kulit dan mukosa. Pigmentasijuga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan kortikosteroid jangka panjang, karena timbul insufisiensiadrenal dengan akibat meningkatnya hormon adrenokortikotropik. Hormon adrenokortikotropik ini mempunyai MSH-like effect. Pada penyakit Addison terdapat peningkatan kadar beta MSH dan hormon adrenokortikotropik.
Tidak didapatkan hubungan antara beratnya penyakit Addison dengan luasnya pigmentasi. Pigmentasi ini sifatnya difus, terutama pada kulit yang mendapat tekanan (misalnya pinggang dan bahu), siku, jaringan parut, garis-garis telapak tangan dan ketiak. Pada daerah perianal, perivulva, skrotum dan areola mamma tampak lebih gelap. Pigmentasi pada mukosa sering tampak pada mukosa mulut yaitu pada bibir, gusi, lidah, faring, konjungtiva, vagina dan vulva.
Pigmentasi didapatkan 100% pada penderita penyakit Addison. Thorn dan kawan-kawan melaporkan dari 158 kasus Addison seluruhnya didapatkan pigmentasi. Rowntree dan Snell melaporkan dari 108 kasus didapat 1 kasus tanpa pigmentasi. Penderita dengan kegagalan adrenokortikal sekunder karena hipopituitarisme tidak didapatkan gejala hiperpigmentasir.
e. KOMPLIKASI
1) Syok
(akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
2) Kolaps
sirkulasi
3) Dehidrasi
4) Hiperkalemia
5) Sepsis
Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.
Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.
f. Pengkajian
1) Aktivitas
/ istirahat
Gejala : otot- otot klien merasa lemah
Gejala : otot- otot klien merasa lemah
2) Sirkulasi
Tanda: Hipotensi , TD 80/40 mmHg
Takikardi 110x/mnt
Tanda: Hipotensi , TD 80/40 mmHg
Takikardi 110x/mnt
3) Integritas
ego
Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress dialami, Ketidak mampuan mengatasi stress
Tanda: Ansietas, depresi, emosi tidak stabil
Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress dialami, Ketidak mampuan mengatasi stress
Tanda: Ansietas, depresi, emosi tidak stabil
4) Makanan
atau cairan
Gejala: Anoreksia, mual
Kekurangan zat garam
Gejala: Anoreksia, mual
Kekurangan zat garam
5) Nyeri/
kenyamanan
Gejala: otot-otot melemas
Gejala: otot-otot melemas
6) Pernapasan
Gejala: Dipsnea
Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, RR=24x/mnt
Gejala: Dipsnea
Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, RR=24x/mnt
7) Keamanan
Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar
matahari) menyeluruh atau berbintik bintik
Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)
Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar
matahari) menyeluruh atau berbintik bintik
Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)
8) Seksualitas
Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore
Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita)
Hilangnya libido
Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore
Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita)
Hilangnya libido
g. Pemeriksaan
diagnostik
Kortisol plasma menurun
ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder)
ADH meningkat
Aldosteron menurun
Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat
Glukosa; hipoglikemi
Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal)
Analisa gas darah: asidosis metabolic
Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat
Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun
Pemeriksaan EKG
Kortisol plasma menurun
ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder)
ADH meningkat
Aldosteron menurun
Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan kalium sedikit meningkat
Glukosa; hipoglikemi
Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal)
Analisa gas darah: asidosis metabolic
Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat
Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun
Pemeriksaan EKG
1. HIPERALDOSTERONISME
Kelenjar adrenal
yang terletak di bagian atas kedua ginjal menghasilkan hormon yang disebut
dengan aldosteron.
Aldosteron
merupakan hormon penting yang diperlukan oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan
natrium dan kalium dalam darah.
Faktor-faktor
tertentu menyebabkan kelenjar adrenal menghasilkan terlalu banyak aldosteron.
Kondisi ini
dikenal sebagai hiperaldosteronisme (hyperaldosteronism) atau disebut juga
sebagai aldosteronisme primer (primary aldosteronism).
Hiperaldosteronisme
menyebabkan tubuh kehilangan sejumlah besar kalium yang diiringi dengan tingkat
natrium berlebih sehingga berpotensi memicu terjadinya masalah kesehatan.
Tubuh yang
memiliki kandungan natrium terlalu tinggi akan memicu peningkatan volume
sekaligus tekanan darah.
Faktor-faktor Penyebab
Hiperaldosteronisme
Kondisi umum
yang memicu kelebihan produksi aldosteron diantaranya adalah aldosteronoma dan
hiperplasia adrenal bilateral.
Yang pertama,
juga dikenal sebagai sindrom Conn adalah pertumbuhan tumor jinak pada kelenjar
adrenal.
Sementara
hiperplasia adrenal bilateral terjadi karena hiperaktivitas kelenjar adrenal.
Selain kedua
penyebab umum diatas, terdapat pula penyebab yang lebih langka seperti
pertumbuhan ganas pada lapisan bagian luar kelenjar adrenal dan mutasi genetik.
Glucocorticoid-Remediable
Aldosteronism (GRA) yang merupakan kondisi yang sangat langka juga merupakan
jenis hiperaldosteronisme.
Gejala dan Diagnosis
Hiperaldosteronisme,
seperti tersebut di atas, terutama mempengaruhi tingkat tekanan darah dalam
tubuh.
Itu sebab,
gejala hiperaldosteronisme akan meliputi tekanan darah tinggi yang tidak dapat
dikontrol.
Diagnosis
hiperaldosteronisme dilakukan oleh dokter dengan bantuan tes tertentu termasuk
mengukur tingkat aldosteron dan enzim renin dalam darah.
Enzim renin
dilepaskan oleh ginjal untuk membantu mengatur tekanan darah.
Jika hasil tes
menunjukkan tingkat tinggi aldosteron disertai rendahnya renin, hal ini akan
menjadi indikasi terjadinya aldosteronisme primer.
Tes lain yang
mungkin juga akan dilakukan meliputi oral salt loading, saline loading,
Fludrocortisone Suppression Test (FST), Abdominal Computerized Tomography (CT)
scan dan adrenal vein sampling.
Selain
pengobatan, perubahan pola makan dan gaya hidup, serta operasi untuk mengangkat
kelenjar adrenal dengan aldosteronoma akan menjadi alternatif dalam perawatan.
Menghindari
merokok, alkohol, serta minuman berkafein akan membantu tubuh melawan
hiperaldosteronisme (hyperaldosteronism).[]
a) Hiperaldosteronisme
primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
b) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
b) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
aldosteronisme
primer, juga disebut Conn sindrom. Ini peningkatan sekresi disebabkan oleh
kelainan dalam kelenjar. Hiperaldosteronisme
primer menyumbang kurang dari satu persen dari semua kasus Hipertensi.
Hiperaldosteronisme bisa disebabkan oleh tumor (biasanya adenoma jinak) pada
kelenjar adrenal (suatu kondisi yang disebut Sindrom Conn). Kelenjar adrenal merupakan kelenjar
endokrin berwarna oranye yang terletak di bagian atas kedua ginjal. Kelenjar
adrenal berbentuk segitiga dan mengukur sekitar satu-setengah inci tinggi dan
tiga inci panjangnya. Kadang-kadang hiperaldosteronisme merupakan respon
terhadap Penyakit tertentu,
seperti sangat tinggitekanan darah (hipertensi). Tinggi aldosteron
tingkatan dapat menyebabkan kadar potassium rendah. Kadar potassium rendah
seringkali tidak menghasilkan gejala tetapi bisa menyebabkan kelemahan,
kesemutan, kejang otot, dan periode pada kelumpuhan sementara. PH terjadi di
seluruh dunia. Hal ini muncul terutama berlaku varian IAH penyakit. Hal ini
lebih umum pada wanita dibandingkan laki-laki.
Hiperaldosteronisme
dapat terjadi pada usia berapapun, tetapi paling sering ketika seseorang
berusia 30-an dan 40-an. Hiperaldosteronisme sekunder umumnya berhubungan dengan hipertensi
(tekanan darahtinggi). Hal ini juga terkait dengan
gangguan seperti gagal jantung, sirosis hati, dan nefrotik (ginjal) sindrom.
Pada gangguan ini, berbagai mekanisme dari penyakit individu menyebabkan
tingkat hormon yang akan ditinggikan. Sebuah tumor memproduksi renin
menyebabkan aldosteron meningkat, seperti produksi aldosteron tubuh biasanya
diatur oleh kadar renin. Suatu bentuk idiopatik neonatal hiperaldosteronisme
telah dijelaskan yang menyajikan dengan gejala-gejala saluran pencernaan
fungsional terkait dengan hipokalemia dan hipertensi. Sembelit, kelemahan otot
(terkadang ke titik kelumpuhan periodik), buang air kecil yang berlebihan, rasa
haus yang berlebihan, sakit kepala, dan perubahan kepribadian juga gejala
mungkin. Beberapa pasien akan menunjukkan tidak ada gejala yang jelas. Ada beberapa
penyebab untuk kondisi ini, termasuk ketidakcukupan adrenal primer, hiperplasia
adrenal kongenital, dan obat-obatan.
Hiperaldosteronisme primer
dihasilkan dari adenoma (tumor) biasanya dirawat pembedahan. Obat yang
digunakan untuk mengobati hiperaldosteronisme adalah diuretik ("air
pil") spironolactone (Aldactone; Aldactazide) atau eplerenone (Inspra),
yang menghambat aksi aldosteron. Terapi medis juga merupakan pilihan pengobatan
yang layak pada pasien yang memiliki penyakit lateralizable. Ini juga merupakan
pilihan pengobatan yang layak dalam pengaturan langka adenoma adrenal bilateral
fungsional yang tidak akan membutuhkan adrenalektomi
bilateral. GRA diobati dengan dosis kecil glukokortikosteroid (yaitu,
hidrokortison, prednison). Pada dosis yang optimal, glukokortikosteroid
menormalkan aldosteron dan tekanan darah. Berbagai antihipertensi dapat
ditambahkan untuk mencapai kontrol tekanan darah yang memadai. Spironolactone
biasanya bisa mengendalikan gejala, dan obat-obatan untuk tekanan darah
tinggi yang tersedia. Peninggian tekanan darah perlu dikontrol dan
dipantau dengan pengukuran tekanan darah sering.
2.
DEFINISI
SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).
ETIOLOGI
a. Iatrogenik
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.
b. Spontan
Sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.
c. Tumor kelenjar hipofise
Kelenjar yang menghasilkan ACTH dan menstimulusi korteks adrenal
untuk meningkatkan sekresi hormonnya.
d. Pemberian obat kortikosteroid atau ACTH
e. Hiperplasia atau neoplasma adrenal (tumor adrenalkortikal )
Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005).
ETIOLOGI
a. Iatrogenik
Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.
b. Spontan
Sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal.
c. Tumor kelenjar hipofise
Kelenjar yang menghasilkan ACTH dan menstimulusi korteks adrenal
untuk meningkatkan sekresi hormonnya.
d. Pemberian obat kortikosteroid atau ACTH
e. Hiperplasia atau neoplasma adrenal (tumor adrenalkortikal )
3 MANIFESTASI KLINIK
a. Wajah yang khas (moon face)
b. Penipisan rambut kepala disertai jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh seperti layaknya pria)
c. Obesitas, perubahan muskuluskuletal dan intoleransi glukosa.
d. Striae pada kulit
e. Kelemahan dan atropi otot
f. Osteoporosis
g. Kulit yang rapuh dan penyembuhan luka yang lama
h. Ulkus peptikum
i. Hipertensi
j. Kelabilan emosi
2.4 PATOFISIOLOGI
Sindrom cushing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang mencakup umur kelenjar hipofisis yang mneghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormon tersebut telah diproduski dengan jumlah yang adekuat. Hoperflasia kelenjar adrenal dan pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula menimbulkan sindrom cushing, mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi kortek adrenal menjadi tidak efektif dan pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan gejala sindrum cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan androgen yang berlebihan, mekipun sekresi meneralorkortikoid juga dapat terpengaruh.
(Tumor kelenjar hopofisis dan pemberian obat ACTH)
↓
Peningkatan ACTH
↓
Kelenjar Adrenalin ← Hiperplasia andrenal
↓
Menstimulasi korteks adrenal
↓
Peningkatan hormon kortisol
↓
Menghambat CRF
↓
Tidak efektifnya korteks adrenal →
↓
ACTH dan kortisol hilang
↓
Sidrom cushing
2.5. KOMPLIKASI
a. Krisis Addison
Merupakan hipofungsi anak ginjal dengan gejala kehilangan tenaga dan perubahan warna kulit menjadi tengguli
b. Efek yang merugikan pada aktifitas korteks adrenal
Fungsi dari korteks mengalami disfungsi dimana fungsi ginjal tidak maksimal
2.6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Uji supresi deksametason.
Mungkin diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing tersebut, apakah hipopisis atau adrenal.
b. Pengambilan sampele darah.
Untuk menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma.
c. Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 – ketostoroid yang merupakan metabolik kortisol dan androgen dalam urine.
d. Stimulasi CRF.
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat – tempat tropi.
e. Pemeriksaan radioimmunoassay
Mengendalikan penyebab sindrom cushing
f. Pemindai CT, USG atau MRI.
Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.
2.7. PENATALAKSANAAN
Pengobatan biasanya diarahkan pada kelenjar hipofisis karena mayoritas harus disebabkan oleh tumor hipofisis ketimbang oleh tumor korteks adrenal.
a) Pengkatan melalui pembedahan merupakan pengobatan pilihan yang sering dulakukan.
b) Implantasi jarum yang mengandung isotop ridioaktif kedalam kelenjar hipofisis.
c) Adrenalektomi pada pasien dengan hipotropi adrenal primer.
d) Pasca operatif, terapi penggantian hidrokortison temporer mungkin diberikan sampai kelenjar adrenal mulai berespon secara normal.
e) Jika dilakukan adrenalektomi bilateral, maka dibutuhkan terapi penggantian hormone korteks adrenal seumur hidup.
f) Jika sindrom asing disebabkan oleh korti kosteroid eksogen, maka lakukan penurunan obat sampai kadar minimum untuk mengobati penyakit yang mendasari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar