A. STRUKTUR ANATOMI HIDUNG
1.
Hidung Luar
Bentuk
hidung luar seperti piramid. Bagian puncak hidung
disebut apeks atau hip. Agak ke atas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai ke belakang
ke pangkal hidung atau bridge dan menyatu ke dahi. Yang
disebutkolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian
tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung.
Disini
bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas ke bawah,
disebut filtrum. Sebelah kanan dan kiri kolumela
adalah nares anterior (lubang hidung)
atau nostril kanan dan
kiri, sebelah laterosuperior dibatasi oleh ala nasi (cuping hidung) dan di
sebelah inferior oleh dasar hidung jaringan
ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atauHidung luar
dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
menyempitkan
lubang hidung.
Kerangka tulang
terdiri dari :
a.
Sepasang os nasalis
b.
Prosesus frontalis os maksila
c.
Prosesus nasalis os frontal
Sedangkan
kerangka tulang rawan terdiri dari :
a.
Sepasang kartilago nasalis lateral
superior
b.
Sepasang kartilago nasalis lateral
inferior (kartilago ala mayor)
c.
Beberapa pasang kartilago ala minor
d.
Kartilago septum nasi
Kerangka
tulang dan kartilago dari hidung ditutupi oleh otot-otot yang dapat
menggerakkan ala nasi, otot-otot tersebut antara lain:
a.
M. depressor septii nasi
Persarafan : Nervus facialis (VII)
Origo : jugum alveolare dentis incisivi medialis
Insertio : cartilago alaris major, cartilago septi
nasi
gambar M.depressor septi nasi
|
b.
M. dilator nares
Persarafan :saraf fasialis VII
Fungsi : Melebarkan hidung
c.
M. levator labii superior
Persarafan : Nervus facialis (VII)
Origo : Margo infraorbitalis dan bagian Zygomaticus
maxilla di dekatnya; berasal dari massa otot M.Orbicularis oculi
Insertio : Bibir atas
Fungsi : Menarik bibir atas ke lateral dan atas
d.
M. Nasalis
Persarafan : Nervus facialis (VII)
Origo : Pars alaris : Jugum alveolare dentis incisivi
lateralis dan Pars transversa : Jugum alveolare dentis canini
Insertio : Pars alaris : ala nasi, pinggir cuping
hidung dan Pars transversa : Cartilago nasi lateralis, membran tendo
dorsum nasi
Fungsi : Menggerakkan cupping hidung dan hidungnya
sendiri
Pars alaris : membuka lebar lebar cuping hidung
Pars
transversa : Mengecilkan lubang hidung
Gambar M. Nasalis
|
e.
M. Procerus
Persarafan : Nervus facialis (VII)
Origo : Os nasale, Cartilago nasi lateralis
Insertio : Kulit Glabella
Fungsi :
Menarik turun kulit dahi dan alis mata dan mempunyai efek memendekkan
hidung
2.
Hidung Dalam
Hidung dalam dibagi
menjadi kavum nasi (rongga hidung) kanan dan kiri oleh septum nasi. Setiap
kavum nasi tersebut dihubungkan dengan dunia luar melalui nares anterior dan
dihubungkan dengan nasofaring melalui nares posterior (koana).
Hidung bagian dalam terdiri dari :
a.
Vestibulum
Merupakan bagian dari cavum nasi yang Terletak tepat
di belakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar
sebasea dan rambut-rambut yang disebut vibrissae.
b.
Septum nasi
Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yang membagi
kavum nasi menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Bagian tulang terdiri dari:
1)
Lamina perpendikularis
os etmoid
2)
Os vomer
3)
Krista nasalis os.
Maksila
4)
Krista nasalis os.
Palatine
Bagian tulang rawan
terdiri dari:
1)
Kartilago septum
(lamina kuadraangularis)
2)
kolumela
c.
Kavum Nasi (rongga Hidung)
1)
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os.
Maksila dan prosesus horizontal os. Palatum
2)
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan
inverior, os nasal prosesus nasalis os. Maksila, korpus os. Etmoid dan korpus
os. Sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang
didahului oleh filament-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan
permukaan cranial konka superior.
3)
Dinding lateral
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus
frontalis os. Maksila, os. Lakrimalis, konka superior, konka media, konka
inferior, lamina perpendikularis os. Palatum dan lamina pterigodeus medial.
4)
Konka
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka.
Dari bawah ke atas yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os. Maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka
media dan superior merupakan bagian dari labirin etmoid
5)
Meatus nasi
Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat
rongga sempit yang disebut meatus. Ada tiga Meatus, Yaitu:
1)
Meatus inferior
terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral
rongga hidung, dimana pada meatus ini terdapat muara duktus nasolakrimalis.
2)
Meatus media terletak
di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung, di meatus ini terdapat
muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.
3)
Meatus superior yang
merupakan ruang antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid
posterior dan sinus sphenoid.
6)
Dinding medial
Dinding medial hidung adalah septum nasi.`
3. Pendarahan
Hidung
a.
Bagian atas rongga
hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior dan posterior yang merupakan
cabang dari a.oftalmikus, sedangkan a.oftalmikus berasal dari a.karotis
interna.
b.
Bagian bawah rongga
hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksila interna.
c.
Bagian depan hidung
mendapat pendarahan dari a.fasialis.
d.
Pada bagian depan
septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidalisanterior,
a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach.
Pleksus kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga
sering menjadi sumber epistaksis
e.
Vena-vena hidung
mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di
vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena ophtalmika superior yang
berhubungan dengan sinus kavernosus.
4. Persarafan
hidung
a. Saraf motorik
Untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar mendapat persarafan
dari cabang nervus fasialis.
b.
Saraf sensoris
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
nervus etmoidalis anterior, merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang
berasal dari nervus ophtalmika (N. V-I). rongga hidung lainnya sebagian besar
mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatina
c.
Saraf otonom
Ganglion sfenopalatinum, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom mukosa hidung. Ganglion ini menerima
serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum
terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.
d.
Nervus olfaktorius
(penciuman)
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribriformis dari permukaan bawah
bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada
mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
B.
FISIOLOGI HIDUNG
Secara
fisiologis, hidung merupakan bagian dari traktus respiratorius,indera penghirup
dan rongga suara untuk berbicara.
1.
Dalam sistem pernapasan
a.
Inspirasi
Udara
dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar
sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi
menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat
juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang
masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah
yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk.
b.
Ekspirasi
Udara
dari koana akan naik setinggi konka media selanjutnya di depan memecah sebagian
ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang membentuk pusaran dan
bergabung dengan aliran dari nasofaring
Untuk
mekanisme pernapasan
2. Mekanisme
Pernafasan
a. Resonansi
suara
Sumbatan
hidung menyebabkan rinolalia (suara sengau) dan Membantu proses bicara dimana
konsonan nasal (m, n, ng) sehingga rongga mulut tertutup dan hidung terbuka,
palatum mole turun untuk aliran udara
b. Refleks
nasal
Pada
mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhubungan dengan sal cerna,
kardiovaskuler, pernafasan : mis : iritasi mukosa hidung menyebabkan bersin dan
nafas berhenti, bau tertentu menyebabkan sekresi kel liur, lambung dan
pankreas.
3. Mekanisme
Penciuman
Di
dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel pembau.
Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf kranial
(nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk serabut-serabut
saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus
olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama
udara inspirasi mencapai reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir
hidung, sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada
dendrit. Kemudian timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu
akson bergabung menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak
(olfaktori). Saraf otak ke I ini menembus lamina cribosa tulang ethmoid
masuk ke rongga hidung kemudian bersinaps dengan neuron-neuron tractus
olfactorius dan impuls dijalarkan ke daerah pembau primer pada korteks otak
untuk diinterpretasikan.
4. Hubungan
Indera Pembau dengan Indera Pengecap
Apabila
ada gangguan pada indera pembau, maka kita tidak dapat mengecap dengan baik.
Ketika seseorang menderita sakit pilek, maka makanan terasa hambar rasanya dan
kita tidak dapat mencermati bau dengan baik. Inilah bukti bahwa antara organ
pembau dengan pencium saling bekerja dengan baik. Aroma makanan yang berada di
rongga dalam hidung tidak dapat tercium karena serabut saraf di situ tertutup
oleh lendir pilek. Kita merasakan bau buah apel berbeda dengan jeruk dan pepaya
karena adanya organ pembau.
5. Fungsi Hidung
a. Sebagai
jalan nafas
Pada
inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka
media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini
berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan
kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di
bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk
pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.
b. Pengatur
kondisi udara (air conditioning)
Fungsi
hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan
masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :
1) Mengatur
kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas,
udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan
pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Mengatur suhu. Fungsi ini
dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara
optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.
c. Sebagai
penyaring dan pelindung
Fungsi
ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan
dilakukan oleh :
1) Rambut
(vibrissae) pada vestibulum nasi
2) Silia
3) Palut
lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir
dan partikel – partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
4) Enzim
yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.
d. Indra
penghirup
Hidung
juga bekerja sebagai indra penghirup dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau
dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila
menarik nafas dengan kuat.
e. Resonansi
suara
Penting
untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.
f. Proses
bicara
Membantu
proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut
tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.
g. Refleks
nasal
Mukosa hidung merupakan
reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan
pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas
terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan
pankreas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar